BABAD LOKAL BLAMBANGAN PESANAN BELANDA
Tahun 1773, VOC yang telah menyita seluruh catatan khasanah ilmu dan informasi peninggalan Kerajaan Blambangan dalam ekspansi tahun 1767-1768, kemudian membakar-nya.
Untuk memutus rantai sejarah generasi yang akan datang di Banger, VOC memerintahkan pada Tumenggung Djoyonegoro (1767-1804) agar menugaskan Purwasastra untuk menulis sebuah babad tentang Blambangan.
Saat itu, Tumenggung keturunan Raden Brondong Lamongan ini mendapat ide untuk mencari legalitas kebangsawanan silsilah Raden Brondong ke leluhur Kerajaan Blambangan.
Dia memerintahkan kepada patihnya yang bernama Kertajaya untuk menulis sebuah Babad tentang sejarah Blambangan yang lain lagi.
Akhirnya pada abad 18 itu, dari Banger lahirlah dua Babad Londo rasa Lokal tentang Blambangan.
___________
Setidaknya selama tahun 1767-1815 atau selama 47 tahun, Blambangan terus bergolak. Kompeni yang merasa memilikinya sejak Perjanjian dengan Mataram 1743 tidak pernah bisa menaklukkannya.
Selain 2 babad baru tentang Blambangan yang ditulis di Banger, kini saatnya kita ulas satu babad lagi asal Panarukan.
Perlawanan terakhir Trah Blambangan, Arya Galedak tahun 1815 dari Tempeh (Lumajang) ke Puger dan Sentong, telah dipatahkan oleh Ki Ronggo I (Bupati Bondowoso I).
Sejak itu Belanda yang melihat semangat perlawanan para keturunan Blambangan seolah tak pernah pudar, akhirnya merasa perlu merubah total Sejarah Blambangan dengan tujuan untuk mematahkan semangat pejuang lokal.
Tahun 1827 pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan baru mengenai Blambangan, dan untuk melaksanakan tugas itu, seorang pedagang asal Lamajang (yang baru saja bangkrut dan membutuhkan modal untuk merintis usahanya kembali) dimanfaatkan oleh kompeni.
Wiraleksana namanya, dia diperintahkan untuk menulis Babad tentang perang yang terjadi dua puluh lima tahun sebelumnya (1771-1772). Dengan imbalan sejumlah uang, akhirnya di Panarukan Wiraleksana berhasil menyelesaikan Babad tentang sejarah Perang di Bayu itu.
Karena menggunakan narasumber dari para veteran perang dari Banger dan Bangkalan yang setelah perang itu banyak menetap di Panarukan, Babad tersebut sangat menonjolkan peran VOC sebagai pihak penyerbu tanpa sedikitpun menceritakan detail perlawanan pihak Blambangan, bahkan tokoh Sayuwiwit-pun luput tidak disebutkan.
Di Panarukan tahun 1827, sebuah Babad lagi tentang Blambangan berhasil ditulis.
________________
Taklaluknya Blambangan tahun 1815, adalah tanda takluknya Jawa secara keseluruhan setelah Batavia, Mataram, Banten, Cirebon, dan Sumedang.
Belanda melihat upaya pemutusan mata rantai sejarah di Blambangan belum maksimal dan ingin merusak sejarah yang jangkauannya lebih luas dan lebih jauh lagi.
Upaya yang dilakukan Kompeni dalam merusak sejarah benar2 sangat sistematis. Bukan hanya Blambangan, bahkan sejarah Jawa juga ditulis ulang pada abad ke-18 dan 19.
Tahun 1852, Belanda merancang ulang Sejarah Jawa dengan ciri pokok berupa adu domba antar Agama dan antar Suku. Untuk tujuan itu, seorang orientalis wanita asal Belanda didatangkan ke Jawa. Orientalis ini tinggal di Pekalongan selama delapan tahun (1852-1860) dan dalam menjalankan tugasnya, dia berkeliling Jawa, untuk mempelajari kepercayaan masyarakat lokal yaitu Hindu-Bodha yang saat itu masih belum diakui pemerintah kolonial.
Pada tahun 1873, salah satu murid Sang Orientalis itu yang bernama Ngabdurrahman (Ki Tunggul Wulung, nama samaran) asal Pati (Jawa Tengah) ditugasi untuk menulis sebuah Babad tentang sejarah Jawa yang narasumbernya didatangkan dari ‘alam lain’ dengan menggunakan ‘Ritual Pemanggilan Arwah’ Butolocaya.
Untuk mengadudomba antar penduduk pribumi, dalam Babad Kadhiri dibuatlah cerita mengenai runtuhnya Kerajaan Majapahit akibat dari penghianatan dan pemberontakan Kadipaten Demak tahun 1478. Hal ini disengaja demikian untuk mengadudomba Siwa-Boda dengan Islam.
Begitu juga dalam karya-karya turunan babad tersebut, seperti dalam; Serat Dharmogandul, Serat Gatholocho, dan Serat Damarwulan yang terbit belakangan. Unsur adudomba antar daerah, antar suku, dan antar agama sangat terasa.
Serat Damarwulan adalah sejarah paling menyudutkan Blambangan di abad ke-18. Di dalamnya dimunculkan tokoh bernama Menak Jinggo, sosok antagonis berkepala anjing yang lengkap dengan segala keburukan sikap dan moral seorang manusia. Semua itu jelas untuk semakin menyudutkan penduduk dan para pejuang Blambangan agar kian terpinggir dan dibenci sekaligus ditakuti karena dianggap bukan keturunan manusia.
Serat Damarwulan adalah kombinasi dari berbagai kejadian diaduk jadi satu.
Babad-babad yang kita bahas dalam tulisan ini kemudian sengaja banyak diedarkan pada abad 18 dan 19. Cerita-cerita tutur dibuat dan disebarkan melalui para pendongeng keliling. Setelah Generasi saksi mata banyak yang meninggal, maka muncullah generasi-generasi yang hanya mendengar cerita dari pendongeng keliling yang sengaja disebar kompeni tersebut.
Akibatnya muncul banyak versi tentang satu kejadian yang sama dalam Sejarah dan khususnya Sejarah Kerajaan Blambangan yang di masa kemudian membingungkan generasi anak-cucu. Sejarah Blambangan kini tertutupi oleh mitos dan kental dengan adu domba.
_________
* Nama tokoh2 tertentu n nama2 Babadnya sengaja tidak disebut untuk menghindari perdebatan.
Oleh : Mas Aji Wirabhumi_BKX
Sumber : Arsip BKX
Publiser : Mas Anom Mahameru_BKX
Untuk memutus rantai sejarah generasi yang akan datang di Banger, VOC memerintahkan pada Tumenggung Djoyonegoro (1767-1804) agar menugaskan Purwasastra untuk menulis sebuah babad tentang Blambangan.
Saat itu, Tumenggung keturunan Raden Brondong Lamongan ini mendapat ide untuk mencari legalitas kebangsawanan silsilah Raden Brondong ke leluhur Kerajaan Blambangan.
Dia memerintahkan kepada patihnya yang bernama Kertajaya untuk menulis sebuah Babad tentang sejarah Blambangan yang lain lagi.
Akhirnya pada abad 18 itu, dari Banger lahirlah dua Babad Londo rasa Lokal tentang Blambangan.
___________
Setidaknya selama tahun 1767-1815 atau selama 47 tahun, Blambangan terus bergolak. Kompeni yang merasa memilikinya sejak Perjanjian dengan Mataram 1743 tidak pernah bisa menaklukkannya.
Selain 2 babad baru tentang Blambangan yang ditulis di Banger, kini saatnya kita ulas satu babad lagi asal Panarukan.
Perlawanan terakhir Trah Blambangan, Arya Galedak tahun 1815 dari Tempeh (Lumajang) ke Puger dan Sentong, telah dipatahkan oleh Ki Ronggo I (Bupati Bondowoso I).
Sejak itu Belanda yang melihat semangat perlawanan para keturunan Blambangan seolah tak pernah pudar, akhirnya merasa perlu merubah total Sejarah Blambangan dengan tujuan untuk mematahkan semangat pejuang lokal.
Tahun 1827 pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan baru mengenai Blambangan, dan untuk melaksanakan tugas itu, seorang pedagang asal Lamajang (yang baru saja bangkrut dan membutuhkan modal untuk merintis usahanya kembali) dimanfaatkan oleh kompeni.
Wiraleksana namanya, dia diperintahkan untuk menulis Babad tentang perang yang terjadi dua puluh lima tahun sebelumnya (1771-1772). Dengan imbalan sejumlah uang, akhirnya di Panarukan Wiraleksana berhasil menyelesaikan Babad tentang sejarah Perang di Bayu itu.
Karena menggunakan narasumber dari para veteran perang dari Banger dan Bangkalan yang setelah perang itu banyak menetap di Panarukan, Babad tersebut sangat menonjolkan peran VOC sebagai pihak penyerbu tanpa sedikitpun menceritakan detail perlawanan pihak Blambangan, bahkan tokoh Sayuwiwit-pun luput tidak disebutkan.
Di Panarukan tahun 1827, sebuah Babad lagi tentang Blambangan berhasil ditulis.
________________
Taklaluknya Blambangan tahun 1815, adalah tanda takluknya Jawa secara keseluruhan setelah Batavia, Mataram, Banten, Cirebon, dan Sumedang.
Belanda melihat upaya pemutusan mata rantai sejarah di Blambangan belum maksimal dan ingin merusak sejarah yang jangkauannya lebih luas dan lebih jauh lagi.
Upaya yang dilakukan Kompeni dalam merusak sejarah benar2 sangat sistematis. Bukan hanya Blambangan, bahkan sejarah Jawa juga ditulis ulang pada abad ke-18 dan 19.
Tahun 1852, Belanda merancang ulang Sejarah Jawa dengan ciri pokok berupa adu domba antar Agama dan antar Suku. Untuk tujuan itu, seorang orientalis wanita asal Belanda didatangkan ke Jawa. Orientalis ini tinggal di Pekalongan selama delapan tahun (1852-1860) dan dalam menjalankan tugasnya, dia berkeliling Jawa, untuk mempelajari kepercayaan masyarakat lokal yaitu Hindu-Bodha yang saat itu masih belum diakui pemerintah kolonial.
Pada tahun 1873, salah satu murid Sang Orientalis itu yang bernama Ngabdurrahman (Ki Tunggul Wulung, nama samaran) asal Pati (Jawa Tengah) ditugasi untuk menulis sebuah Babad tentang sejarah Jawa yang narasumbernya didatangkan dari ‘alam lain’ dengan menggunakan ‘Ritual Pemanggilan Arwah’ Butolocaya.
Untuk mengadudomba antar penduduk pribumi, dalam Babad Kadhiri dibuatlah cerita mengenai runtuhnya Kerajaan Majapahit akibat dari penghianatan dan pemberontakan Kadipaten Demak tahun 1478. Hal ini disengaja demikian untuk mengadudomba Siwa-Boda dengan Islam.
Begitu juga dalam karya-karya turunan babad tersebut, seperti dalam; Serat Dharmogandul, Serat Gatholocho, dan Serat Damarwulan yang terbit belakangan. Unsur adudomba antar daerah, antar suku, dan antar agama sangat terasa.
Serat Damarwulan adalah sejarah paling menyudutkan Blambangan di abad ke-18. Di dalamnya dimunculkan tokoh bernama Menak Jinggo, sosok antagonis berkepala anjing yang lengkap dengan segala keburukan sikap dan moral seorang manusia. Semua itu jelas untuk semakin menyudutkan penduduk dan para pejuang Blambangan agar kian terpinggir dan dibenci sekaligus ditakuti karena dianggap bukan keturunan manusia.
Serat Damarwulan adalah kombinasi dari berbagai kejadian diaduk jadi satu.
Babad-babad yang kita bahas dalam tulisan ini kemudian sengaja banyak diedarkan pada abad 18 dan 19. Cerita-cerita tutur dibuat dan disebarkan melalui para pendongeng keliling. Setelah Generasi saksi mata banyak yang meninggal, maka muncullah generasi-generasi yang hanya mendengar cerita dari pendongeng keliling yang sengaja disebar kompeni tersebut.
Akibatnya muncul banyak versi tentang satu kejadian yang sama dalam Sejarah dan khususnya Sejarah Kerajaan Blambangan yang di masa kemudian membingungkan generasi anak-cucu. Sejarah Blambangan kini tertutupi oleh mitos dan kental dengan adu domba.
_________
* Nama tokoh2 tertentu n nama2 Babadnya sengaja tidak disebut untuk menghindari perdebatan.
Oleh : Mas Aji Wirabhumi_BKX
Sumber : Arsip BKX
Publiser : Mas Anom Mahameru_BKX
Komentar
Posting Komentar