SATYA A NAGARI I

SATYA A NAGARI (poin one)

Blambangan sebagai Kerajaan
Blambangan sebagai Kabupaten

Oleh: Ki Gede Banyualit
(Sebuah analisa dalam bentuk rangkuman dari berbagai literatur)
Telah banyak di ketahui publik tentang Blambangan. Namun tidak banyak yang tahu, paham dan mengerti tentang Blambangan. Bagaimana awal Blambangan sebagai kerajaan merdeka dengan kekuatan kolektif antara mangkupraja dengan rakyatnya dalam satu wilayah berjuluk Blambangan.
Ada dua sudut pandang yang diperdebatkan yang sampai sekarang belum mencapai titik temu, bahkan (mungkin) tidak akan ada titik temu dalam diskursus tentang Blambangan. Dalam tulisan ini dua sudut pandang yang berbeda tersebut diungkapkan, yaitu sudut pandang "Kerajaan Blambangan" dan sudut pandang "Kabupaten Banyuwangi (yang di kenal publik berjuluk Blambangan)" yang keduanya sama-sama benar.
Pertama : Blambangan (Kerajaan)
Berdasarkan literatur sejarah, termasuk dalam cerita publik di sebutkan ada kerajaan di timur jawa sebagai kerajaan merdeka namun pada saat itu belum terlalu mendapat perhatian oleh kerajaan yang memiliki power otority penuh seperti Daha, Panjalu, Singasari, Majapahit yang menjadi Center of Kingdom Nusantara. Baru setelah era Lamajang baru disebutkan nama Blambangan yang wilayahnya lebih dari 6 wilayah kabupaten saat ini. Blambangan tentunya memiliki riwayat yang sama dengan kerajaan besar yang lain. Memiliki pusat kerajaan, memiliki silsilah para raja dari generasi ke generasi, dan memiliki sistem pemerintahan untuk memakmurkan Blambangan secara keseluruhan.
Blambangan yang luas menjadi Blambangan Raya yang berdaulat dan menjadi tempat yang damai dalam perbedaan kultur yang majemuk. Namun, Blambangan Raya menjadi kerdil setelah penjajah kuwalahan menakhlukkan wilayah timur yang oleh kerajaan barat di klaim sebagai wilayahnya.
Maka setelah perlawanan menjadi surut, di pecahlah wilayah Blambangan menjadi beberapa wilayah kecil dengan sebutan kabupaten yang tentunya di pimpin oleh Bupati yang ditunjuk oleh penjajah untuk mempersempit ruang gerak perlawanan rakyat Blambangan.
Kedua : Blambangan (Kabupaten)
Sudut pandang ini mengkerdilkan peran Blambangan secara pola berpikir. Kecenderungan masyarakat menyebut Blambangan adalah kabupaten Banyuwangi (saja) sehingga mengabaikan peran kabupaten lain yang dahulu satu wilayah dan satu komando pemerintahan kerajaan Blambangan.
Bahkan lebih miris adalah jawaban ketika di tanya raja Blambangan adalah Minak Jinggo yang tewas di penggal yang konon kejadian versi cerita masyarakat berada di desa Blambangan sekarang dan darah penggalan muncrat hingga menjadi Muncar sekarang. Termasuk gunung Kumitir sekarang dahulunya tempat Seta dan Kumitir membegal Damarwulan yang membawa kepala Minak Jinggo.
Namun diluar konteks cerita tersebut, tidaklah salah masyarakat menyebut Blambangan adalah Banyuwangi karena 3 pusat kerajaan (ibukota) definitif dan 1 pusat kerajaan sementara berada di wilayah Banyuwangi sekarang.
Dari dua sudut pandang di atas, jelas bahwa publik hanya menerima sudut pandang yang kedua dan mengabaikan kesatuan kronologis kerajaan Blambangan hingga menjadi kabupaten yang melibatkan campur tangan penjajah dan antek-anteknya untuk mempertahankan kekuasaannya di salah satu wilayah bagian dari Nusantara.

Lebih miris lagi ketika pusat pendidikan yang pada era Blambangan Raya mampu mencetak kesatuan kerajaan yang terdiri dari mangkupraja (pemerintah. red), rakyat dan wilayah menjadi satu kesatuan yang manunggal dalam rangkuman Satya A Nagari sebagai sesanti suci. Kesatuan kerajaan yang dididik dengan jiwa ksatria dan memiliki semangat membela tanah airnya dalam Samidha-samidha (padepokan-padepokan) di wilayah Blambangan.
Namun, kini Blambangan yang dibela dengan perang puputan dan sistem tumpes kelor hanya menjadi cerita yang disepelekan dan hanya menjadi petistiwa yang hanya di peringati tanpa melihat, membaca, memahami, dan mengerti bagaimana dulu Blambangan menjadi merdeka dan berdaulat.
Cerita hanya menjadi cerita yang kalah saing dengan cerita buatan yang mengkerdilkan tempat kelahiran generasi masa kini. Sejarah Blambangan sama sekali tidak masuk dalam kurikulum pendidikan. Jangankan sejarah Blambangan, sejarah nasional pun hanya menjadi pelajaran cerita yang tidak ada penanaman karakter ksatria karena yang mengajar juga mendapat dari cerita pendahulunya. Padahal, banyak tempat di Banyuwangi yang dapat dijadikan sarana pendidikan yang dapat menanamkan wawasan bahwa Leluhur Nusantara dahulu adalah individu-individu yang tangguh dalam membela martabat nagari tempatnya di lahirkan.
Selanjutnya? Apakah anda hanya akan bermimpi Indonesia menjadi jaya? Mustahil mimpi menjadi nyata jika anda tidak tahu bonggol sejarah bangsa leluhur anda sendiri.
Belanda sudah pergi, tapi kita masih gagal move on dalam memaknai kata MERDEKA.
Jika dalam tulisan ini ada yang menurut sidang pembaca dirasa kurang tepat, kami sangat menganjurkan untuk membuat analisa pembanding berdasarkan data yang ada. Sehingga kita bisa membangun kecerdasan kolektif untuk mencapai MERDEKA yang sesungguhnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELACAK SANG MENAK JINGGO

PERJUANGAN KI AGUNG WILIS

SEJARAH DESA BENCULUK (Bagian 1)