HAK JAWAB: MENJAWAB ARTIKEL BERBAU RASIS PADA SALAH SATU WEB NASIONAL

Menjawab tulisan berjudul mengenal suku osing penduduk asli banyuwangi dan budayanya pada salah satu web nasional (viv*), yang diupload tanggal 15 oktober 2017.



Pada tulisan tersebut, yang perlu dikritisi adalah pada bagian pembuka saja yang berkaitan dengan sejarah. Sementara mengenai budaya dan tata bahasa, kami tidak akan ikut mengkritisinya. Bagian pembuka yang kami maksud adalah pada bagian berikut ini:

___________________________

Suku Osing merupakan sebutan bagi mereka penduduk asli Banyuwangi (poin 1). Mereka sejatinya adalah pengikut tetap dari kerajaan Blambangan yang dulu pernah bertahta kuat di tanah Banyuwangi (poin 2). Namun, seiring berjalannya waktu, Kerajaan Blambangan runtuh diketahui akibat dari masuknya ajaran Islam di daerah tersebut (poin 3).

Sehingga, agama asli Kerajaan Blambangan yang semuanya memeluk Hindu harus kalah dari Islam pada abad ke-14 (poin 4). Beberapa di antara mereka ada yang menyeberang ke Bali, bersama dengan Kerajaan Majapahit (poin 5). Mereka mempertahankan nilai-nilai agama Hindu di Kerajaan Karang Asem (poin 6).

Awalnya, suku Osing yang masih berada di Banyuwangi menutup diri dari dunia luar (poin 7). Namun, sejak kedatangan Belanda pada abad ke-16, banyak hal yang berubah. Bahkan, tidak sedikit dari Suku Osing yang bekerja dengan orang luar dan memeluk agama Islam (poin 8).

___________________________

Pertama

Poin 1 (Suku Osing merupakan sebutan bagi mereka penduduk asli Banyuwangi) erat kaitannya dengan poin 7 (Awalnya, suku Osing yang masih berada di Banyuwangi menutup diri dari dunia luar).

Alasan karena mereka menutup diri itulah yang membuat Wong Blambangan kemudian disebut Wong Using. Dan yang menyebut demikian adalah para pendatang atau orang luar Blambangan. Siapa? Ya Kompeni itu. Bisa dikatakan, identitas mereka dirubah oleh kompeni dari yang asalnya Wong Blambangan menjadi Wong Using.

Mengenai perubahan nama yang seolah sengaja untuk menghapus identitas apapun yang berbau Blambangan ini, bukan hanya nama Wong Blambangan diubah menjadi Wong Using, namun istilah Gunung Blambangan menajdi Gunung Baluran. Kali Blambangan menjadi Kali Wagut. Selat Blambangan menajdi Selat Bali. Dan Kerajaan Blambangan menjadi Kabupaten Banyuwangi. Akhirnya, dengan ikhlas dan bangga kita telah kehilangan ke-Blambangan-an kita.



Kedua

Poin 2 (Mereka sejatinya adalah pengikut tetap dari kerajaan Blambangan yang dulu pernah bertahta kuat di tanah Banyuwangi).

Pada bagian ini sudah sering kita bahas bahwa Blambangan bukan hanya Banyuwangi. Dan penulis tulisan diatas mungkin salah ketik, mengenai kalimat “pengikut tetap dari kerajaan Blambangan”. Apa makna dari Pengikut Tetap?



Ketiga

Poin 3 (Namun, seiring berjalannya waktu, Kerajaan Blambangan runtuh diketahui akibat dari masuknya ajaran Islam di daerah tersebut).

Disinilah poin paling krusial dari tulisan tersebut. Yaitu RUNTUHNYA BLAMBANGAN KARENA DATANGNYA ISLAM. Padahal jika kit abaca sumber-sumber sejarah, lihatlah bahwa Syaikh Maulana Ishaq datang ke Blambangan tahun 1460an (di masa pemerintahan ADIPATI Menak Sembuyu). Syaikh Maulana Ishaq datang selaku tamu yang DIUNDANG untuk menyembuhkan penyakit yang diderita penduduk Blambangan. Artinya, justeru Blambangan-lah yang membutuhkan Syaikh Maulana Ishaq. Mengenai balasan apa yang diterima Syaikh Maulana Ishaq atas jasa baiknya itu, kita sudah sama-sama tahu dari sumber Hoax Belanda. Iya bukan?

Selanjutnya mengenai RUNTUHNYA BLAMBANGAN. Banyak sumber, sudah terlalu banyak sumber yang membahas masalah runtuhnya Blambangan yang disebabkan oleh kekalahan pejuang Blambangan di bawah pimpinan Mas Rempeg Jagapati melawan kompeni dalam Perang Bayu 1771-1772. Perang lagi dipimpin Sayuwiwit, Jagalara, dan Mas Surawijaya sampai tahun 1774. Dan setelah itu bisa dikatakan BLAMBANGAN RUNTUH. Walau masih ada perlawanan sporadic sampai 1815, namun bisa dikatakan 1774 itu Blambangan selaku Kerajaan sudah tiada.

Dari sini artinya, pernyataan dari tulisan diatas bahwa “Kerajaan Blambangan runtuh DIKETAHUI akibat dari masuknya ajaran Islam” tidak klop. Karena Syaikh Maulana Ishaq datang membawa Islam ke Blambangan tahun 1460an dan Blambangan baru runtuh taahun 1774 KARENA DIKALAHKAN BELANDA.

Poin penting dari sini adalah, tidak ada perang berlatarbelakang agama, yang ada adalah politik dan ambisi yang menunggangi/memanfaatkan dan mengatasnamakan agama. Sehingga TIDAK DIKETAHUI oleh penulis kapan Islam datang dan kapan Blambangan runtuh. Dua kejadian yang berjarak 300 tahun/3 abad, kok bisa dikatakan jadi satu kejadian di tahun yang sama. Mungkin kopinya kurang!



Keempat

Poin 4 (Sehingga, agama asli Kerajaan Blambangan yang semuanya memeluk Hindu harus kalah dari Islam pada abad ke-14).

Pada poin ini, dikatakan bahwa “agama asli Kerajaan Blambangan yang semuanya memeluk Hindu”. Siapa yang mengatakan bahwa semua Wong Blambangan itu memeluk Hindu? Lihat catatan Negarakertagama, ternyata disini mayoritas adalah penganut Boda. Bandingkan dengan catatan asing seperti Tome Pires, bahkan disini dianggap penganut Pagan. Lalu bagaimana dengan penganut agama asli yaitu Kapitayan. Bisa dibaca di bukunya Agus Sunyoto. Tulisan diatas justeru menghapus semua nilai-nilai pluralism, nilai-nilai saling tenggangrasa dan toleransi, bahwa agama di Blambangan, sejak dahulu kala sudah saling beriringan dengan damai. Ketika Hindu datang dibawa oleh Maharsi Markandya abad ke-7, mereka diterima oleh penganut Kapitayan dengan damai. Pun demikian ketika Islam datang dibawakan oleh Syaikh Maulana Ishaq dan Syaikh Siti Jenar, orang-orang HKapitayan dan Hindu menerima dengan damai. Dan seterusnya, kedatangan Kristen ke Blambangan juga diterima dengan Damai oleh mereka yang beragama Hindu dan Islam.



Kelima

Poin 5 (Beberapa di antara mereka ada yang menyeberang ke Bali, bersama dengan Kerajaan Majapahit).

Jika kita berbicara mengenai Penyeberangan ke Bali atau sebaliknya dari Baali Ke Jawa, tentu tidak harus menunggu adanya musibah. Letak Jawa Bali yang dekat ditambah hubunga mesra antara Blambangan dengan Mengwi, tentu mendorong banyak mobilitas dari dan ke Bali. Maka masalah perpindahan penduduk dari kedua pulau tidak perlu dibesar-besarkan.

Selain itu, perpindahan orang Majapahit ke Bali yang menurut Hoax “Serangan Demak” itu adalah tahun Sirna Ilang Kertaning Bumi (1400 S/1478 M). Ya Abad 14. Tapi jika dikaatakan Wong Blambangan menyeberang ke Bali bersama dengan Wong Majapahit, ini masalahnya. Mengapa? Karena Majapahit runtuh 1478 da Blambangan tetap eksis sampai 1774 dan seterusnya bahkan hingga 1815. Artinya, kalaupun menyeberang ke Bali itu TIDAK BERSAMAAN waktunya dengan saat Wong Mapahit menyeberang ke Bali tahun 1478.

(Catatan: kita tidak sedang membahas Hoax “Sebab Majapahit lari ke Bali”)



Keenam

Poin 6 (Mereka mempertahankan nilai-nilai agama Hindu di Kerajaan Karang Asem).

Mengenai pencatutan nama Kerajaan Karangasem agar lebih berhati-hati. Coba dicek dulu, Kerajaan Karangasem muncul tahun berapa? Karena menurut Fakta Sejarah, Kerajaan Karangasem BARU DIDIRIKAN tahun 1600an. Yang gratisan, lacak aja di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Karangasem?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C3384160947

Artinya, saat Wong Majapahit pindah ke Bali tahun 1478, Kerajaan Karangasem sendiri BELUM ADA.



Ketujuh

Poin 7 (Namun, sejak kedatangan Belanda pada abad ke-16, banyak hal yang berubah. Bahkan, tidak sedikit dari Suku Osing yang bekerja dengan orang luar dan memeluk agama Islam).

Disini kesannya adalah, Belanda selaku penjajah adalah satu oknum yang sangat berjasa pada Blambangan karena telah membawa banyak perubahan. Diantaranya adalah perubahan agama. Terimakasih Belanda.



Demikianlah, setelah selama ini kita perhatikan, ternyata bukan hanya penjajah saja yang ahli membuat Hoax sejarah tentang Blambangan, namun justeru kita sendiri selain ikut melestarikan Hoax warisan penjajah, kita bahkan mendaur ulangnya dan menggunakan kreatifitas kita untuk memproduksi Hoax-hoax baru.



Sekali lagi, Terimakasih Belanda



Oleh : mas aji wirabhumi_bkx
Publish : mas anom mahameru

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELACAK SANG MENAK JINGGO

PERJUANGAN KI AGUNG WILIS

SEJARAH DESA BENCULUK (Bagian 1)