GANDRUNG MARSAN (Gandrung Lanang Blambangan)
Gandrung Marsan merupakan gandrung terakhir untuk penari lanang (laki-laki) sekitar tahun 1890 (menurut sumber mbah google). Ini berarti (sebenarnya) gandrung lanang sudah eksis sebelum tahun tersebut. jika di telusur sesuai denga riwayat perang Blambangan (berdasar buku karya M. Aji Ramawidi) perang Blambangan terus berlanjut sampai dengan tahun 1815. Menurut cerita gandrung memiliki peran penting dalam Perang Blambangan.
Berdasarkan diskusi tim BKX dalam pembahasan khusus tarian yang eksis pada masa itu ada beberapa asumsi yang bisa diambil sebagai kesimpulan :
1. Tarian yang menjadi cikal bakal tarian modern memang sudah ada pada masa kerajaan Blambangan. Kenapa? Tarian diciptakan pada masa damai. Jadi kemungkinan kecil ketika pada masa perang sempat menciptakan tarian. Selain itu tarian dalam pertunjukan/ritual dengan dua fungsi. Pertama, fungsi hiburan yang ditampilkan pada waktu ada pisowanan agung atau pada momen pesta. Fungsi kedua, memiliki peran spiritual pada momen tertentu yang mengandung pesan dan makna yang hanya dapat ditangkap oleh orang tertentu yang memiliki kesadaran memaknai.
2. Tarian tersebut (yang memang sebelumnya sudah ada) akhirnya di kembangkan (dialih fungsikan) alat perjuangan karena memang masyarakat Blambangan mayoritas sudah paham tarian gandrung. Kemungkinan ini digunakan sebagai identitas khusus dalam perang Blambangan.
Tarian modern sebenarnya tetap mengambil esensi spirit masa lalu. Dalam konteks pendidikan yang di diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara ada 3 dimensi pendidikan yang dikenal dengan 3 istilah Jawa yang terdiri dari Cipta, Rasa dan Karsa. dalam pendidikan modern ala barat (setelah diteliti dikembalikan ke Indonesia) menjadi Body, Mind dan Soul yang sering diolah dengan metode Hypnosis. Namun sangat miris, konsep pendidikan ALA INDONESIA yang di ciptakan oleh LELUHUR asli NUSANTARA yang memang sesuai dengan TANAH BECEK Nusantara harus dengan segala ketidak tahuan generasi sekarang di adopsi di Negara saudara kita Finlandia.
Kembali ke konsep tari yang memiliki 3 pokok pesan tak tertulis yaitu Wirogo, Wiroso dan Wiromo (sumber : diskusi dengan siswa yang sekolah dijurusan tari). Seirama dengan konsep pendidikan LELUHUR INDONESIA bahwa dalam diri manusia ada 3 hal yang di kenal dengan FISIK, MENTAL DAN JIWA. Maka tujuan dari makna tari tidak sekedar menari secara fisik, tetapi mengikuti RASA dan IRAMA pesan yang terkandung didalamnya. Dalam keadaan tertentu ada yang menjadi pantangan bagi penari Gandrung yang jika orang lain (baik sengaja maupun tidak) melakukan akan membuat marah si penari gandrung. Kenapa? Karena itu memiliki makna yang hanya beliau sendiri yang dapat memaknai dan memahami. seperti pepatah, ILMU TINUKU KANTI LAKU. Ilmu harus di beli dengan laku (direalitakan) sehingga tidak hanya sekedar NGOMONG DOANG tetapi dapat memberi dan menjadi CONTOH sekaligus memberi manfaat BAGI LINGKUNGAN sekitarnya.
Semoga leluhur Blambangan yang sudah berjuang melalui berbagai media perjuangan masa itu disempurnakan darma baktinya.
Sebaliknya penerus perjuangan di beri kesadaran dalam mengambil dan memaknai spirit dalam membela IBU pertiwi.
Rahayu Jagad Blambangang
Rahayu Waluyo Jati Ora Kurang Ing Pambagyo
================================================================
Oleh : Ki Gede Banyualit
Publish : Mas Anom Mahameru
BKX News
Komentar
Posting Komentar