Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2017

TUJUAN PALING JELAS TENTANG DIBUATNYA CRITA DAMARWULAN MENAK JINGGO

Gambar
Cerita tentang Damarwulan Vs Menak Jinggo selama ini danggap sebagai sinisme dan delegitimasi MATARAM terhadap raja Blambangan. Cerita yang ditulis dalam SERAT KANDHA atau SERAT DAMARWULAN itu berawal dari abad ke-19. Ditilik dari isi­nya, serat ini bersumber pada kitab babad tradisi pesisiran. Serat Kanda berisikan sejarah dinasti Mataram yang bercampur mitos dan legenda (tidak disebutkan tahun kejadiannya). Sekitar tahun 1852/1853, seorang wanita berpengaruh dalam jajaran pejabat tinggi Belanda yang baru tiba di Semarang meminta diterjemahkan SERAT KANDA dalam bahasa Belanda. Cerita itu kemudian dipentaskan dalam sebuah karya seni di Mangkunegaran (salah satu pecahan Mataram) pada masa kekuasaan Adipati Mangkunegara IV, Raden Mas Sudira, yang berkuasa tahun 1853-1881. ____________ Catatan: Mataram Runtuh 1755, jadi itu ditulis jauh-jauh hari setelah MATARAM RUNTUH. _____________ Setelah Adipati Mangkunegara IV mangkat tahun 1881, Belanda menempatkan salah satu puteranya yg

NASIBMU KEBO MANCUET

Oleh: Mas Aji Wirabhumi Ada cerita rakyat dari Banyuwangi. Tentang Damarwulan dan Menakjinggo. Tapi sebelum cerita itu, ada sepenggal kisah pengantar, yg nyaris dilupakan orang... ____________________ Tersebutlah seorang ratu dari Majapahit bernama Dewi Suhita yang bergelar Ratu Ayu Kencana Wungu. Ia adalah penguasa Kerajaan Majapahit yang ke-6. Pada era pemerintahannya, Majapahit berhasil menaklukkan banyak daerah yang kemudian dijadikan sebagai bagian dari wilayah kekuasaan kerajaan yang berpusat di Trowulan, itu. Salah satu kerajaan yang menjadi incaran Majapahit adalah Kerajaan Blambangan yang dipimpin oleh Adipati Kebo Marcuet. Adipati ini terkenal sakti dan Ratu Majapahit itu pun berupaya menundukkannya dengan sebuah sayembara... "Barangsiapa yang mampu mengalahkan Adipati Kebo Marcuet, maka dia akan kuangkat menjadi Adipati Blambangan yang baru, menggantikan dia." Demikian maklumat Ratu Ayu Kencana Wungu yang dibacakan di hadapan seluruh rakyat Majapahit.