DIMANAKAH KEDATON WETAN?



DIMANAKAH KEDHATON WETAN?
By. Mas Aji Wirabhumi

Ketika kita membaca Sejarah masa akhir Majapahit, banyak yang menyebutkan bahwa runtuhnya Majapahit berawal dari konflik Paregrek antara Kedhaton Kulon dengan Kedhaton Wetan, dimana Kedhaton Wetan selalu diidentikkan dengan Balambangan sehingga muncul kesan bahwa Balambangan adalah penyebab awal runtuhnya Majapahit.

Kabar tentang adanya Kedhaton Wetan bersumber dari berita China dalam catatan Dinasti Ming bahwa pada tahun 1377 M ada dua kerajaan merdeka di Jawa yang mengirim utusan ke China yaitu utusan dari raja Wu-La-Pu-Wu yang oleh para sejarawan diartikan sebagai ejaan China untuk nama Hayam Wuruk. Dan satu lagi dari raja yang bernama Lao-Wang-Chieh yang oleh para sejarawan diartikan Bhre Wengker. Dan Bhre Wengker yang berkuasa sezaman dengan Hayam Wuruk ini adalah mertuanya sendiri yang bernama Wijayarajasa Dyah Kudamerta.

Dalam catatan China yang diterjemahkan oleh W.P. Groneveld disebutkan bahwa Kaisar Ch’eng-tsu (bertahta tahun 1403) mengadakan hubungan diplomatik dengan Jawa dan mengirim utusan ke raja bagian barat, Tu-Ma-Pan, dan kepada raja bagian timur, Put-Ling-Ta-Ha. Sejarawan Hasan Djafar memaknai berita China itu sebagai bukti adanya perseteruan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi. Wikramawardhana di Tu-Ma-Pan dianggap sebegai penerus dari Wu-La-Pu-Wu, sedangkan Bhre Wirabhumi di Put-Ling-Ta-Ha dianggap sebagai penerus dari Lao-Wang-Chieh.
Kemudian catatan China tersebut oleh sejarawan-sejarawan Indonesia dicarikan referensi pembanding dari sumber-sumber lokal hingga ditemukanlah berita dalam Pararaton; “Tumuli hana Gunung nyar i saka Naga Lengkarnaning Wong (1298 S/1376M).” Yang mengabarkan bahwa pada tahun 1376 (setahun sebelum utusan Jawa ke China) telah muncul sebuah Gunung Anyar (gunung baru), dimana Gunung di sini dimaknai sebagai Giri atau Raja, yakni adanya Raja Baru atau Kerajaan Baru.


Letak Kedhaton Wetan diduga berada di Pamotan berdasarkan gelar dari Wijayarajasa Dyah Kudamerta sendiri dalam Prasasti Biluluk IV (sekitar tahun 1395 M), saat itu Wijayarajasa Dyah Kudamerta sudah mangkat. Dalam Prasasti itu, dia disebut dengan nama “Sri Paduka Bhattara Parameswara ring Pamotan yang bernama Dyah Kudamerta.” Gelar abiseka Prameswara menunjukkan dia sudah meninggal, dan gelar Bhattara menunjukkan dia adalah raja yang (setidaknya) sejajar dengan raja di pemerintahan pusat.

Jika kita melihat peta maka di Jawa Timur ada beberapa nama Pamotan. Pertama adalah Desa Pamotan di Dampit Malang (di sebelah tenggara Trowulan). Kedua adalah adalah Desa Pamotan di Sambeng Lamongan (di sebelah utara Trowulan). Dan ketiga adalah Desa Pamotan di Porong Sidoarjo. Dari ketiganya maka yang lokasinya nyaris ti sebelah timur Trowulan (Kedhaton Kulon) adalah Pamotan yang di Kecamatan Porong Sidoarjo. Lagipula di sana juga terdapat situs Candi Pamotan I dan Candi Pamotan II. Masih ingatkah kita dengan semburan lumpur Lapindo yang kini lumpurnya menggunung di Tanggulangin Porong Sidoarjo itu? Sebuah pengulangan dari "tumuli hana Gunung nyar," bukan?

Tapi tunggu dulu. Apakah sudah benar-benar final perdebatan mengenai letak Kedhaton Wetan itu? Dan apakah tidak berlebihan jika Kedhaton Wetan itu dianggap sama dengan Balambangan hanya karena Balambangan ada di ujung Timur Jawa, sehingga Bhre Wirabhumi kemudian dipersamakan dengan Menak Jinggo, Adipati Balambangan dalam dongeng Serat Damarwulan? Kalau benar, dasarnya apa dan kalau salah, dasarnya juga apa?
Atau jangan-jangan Kedhaton Wetan itu tidak ada. Dia hanya kesalahpahaman para sejarawan dalam menafsirkan pupuh 12 Negarakretagama bait kedua; “Wetan ndan mahelat lebuh pura narendren Wenker atyadhuta…” yang artinya, “Di sebelah Timur, terpisah oleh lapangan, adalah istana Raja Wengker yang megah.” Yang justeru menunjukkan bahwa Istana Timur atau Kedhaton Wetan ternyata hanya salah satu istana di dalam kompleks Kotaraja Trowulan sendiri. Istana yang dimiliki oleh Bhre Wengker Wijayarajasa Dyah Kudamerta.

Jadi istana timur tersebut sebenarnya ada di Pamotan Sidoarjo atau hanya sebuah istana dalam kompleks Kotaraja Trowulan sendiri? Atau jangan-jangan justeru ada di Bungkulan Bali? Hehe... Tidak lah. Mungkin malah Trowulan itu sendirilah yang dimaksud oleh berita China sebagai istana timur/Kedhaton Wetan. Setidaknya demikianlah pendapat Peter Amiot dan G. Schlegel.

Dua orang sejarawan yang telah menyusun literatur China kuno pada 1800an itu berpendapat bahwa Tu-Ma-Pan adalah gelar atau ejaan China untuk Raja Jawa di sebelah barat di Sunda. Sehingga otomatis Put-Ling-Ta-Ha adalah gelar atau ejaan dari Raja Jawa di sebelah timur di Majapahit sendiri. Jika benar begitu maka anak buah Laksamana Cheng Ho yang tewas saat terjadi perang itu sebenarnya justeru sedang berada di Istana Trowulan.

Lagi pula, bukankah konflik antara Sunda dan Jawa sudah banyak diyakini kebenarannya sejak peristiwa Bubat tahun 1358 M atau 19 tahun sebelum utusan Jawa datang ke China tahun 1377? Tapi masak iya Sunda menyerang Majapahit?
Ah, entahlah...

=====================================================
BKX News
Editor : Mas anom mahameru
Publish : Nur Wahid Aziz

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASAL USUL DESA KRADENAN

PERJUANGAN KI AGUNG WILIS

SAYEMBARA MENANGKAP SAYU WIWIT